PEKAN BARU, SJBNEWS.CO.ID - Matra-Seminar Nasional bertajuk Mewujudkan Swasembada Energi Nasional Tantangan dan Solusinya, digelar dalam rangkaian Hari Pers Nasional (HPN) di Hotel Mutiara Merdeka, Pekan Baru, Riau, Sabtu (8/2/2025). Menampilkan nara sumber Topan PJS PT Pertamina Hulu Rokan, Wicaksono dari SKK Migas, Fajar Baharuddin wartawan senior, dan Edi Basri, Komisi III DPRD Provinsi Riau.
Menurut Topan dari Pertamina Hulu Rokan, swasembada energi bila kita sudah mampu memenuhi kebutuhan energi dalam negeri sendiri. "Saat ini Pertamina Hulu Rokan baru memenuhi produksi 27 persen dari kebutuhan nasional," paparnya.
Pemda Riau dpt 10 persen tanpa penryaanodal cukup besar
Pertamina Hulu Rokan hanya produk hulunya, sedangkan hilirnya dikelola BPH Migas. Dari hasil produksi secara nasional baru 5.000 barel, sedangkan kebutuhan nasional 600.000 barel, maka untuk mencukupi kebutuhan nasional kita masih impor.
Ditambahkan Topan, minyak mentah yang dieksploitasi dari fosil hewan dan tumbuhan yang mengendap di dalam perut bumi sampai 30 km. Ini disebut sebagai non konvensional sebagai dapur minyak mentah.. Sedangkan minyak mentah mengendap di permukaan tanah disebut konvensional. "Perkiraan produksi 40 tahun lagi produk minyak mentah di Riau ini akan makin berkurang atau habis," tegasnya..
Melalui program CSR Pertamina Hulu Rokan, lanjut Topan, melakukan empat pilar, yaitu program pendidikan pemberian beasiswa, program ekonomi desa wisata, UMKM dan reboisasi hutan mangrub. Sedangkan Pemerintahan Provinsi Riau mendapat bagi hasil 10 persen.
Sementara itu, Wicaksono dari SKK Migas, mengatakan, untuk mencapai swasembada energi Indonesia, yaitu dengan memanfaatkan asset yang ada, mencari dan mengembangkan eksplorasi dan memanfaat aset dan teknologi baru untuk mencapai produksi 1 juta barel/hari. Sedangkan produksi Pertamina Hulu Rokan terkendala alat produksinya sudah tua sejak 1952. "Pertamina Hulu Rokan sudah mengeksplorasi tujuh sumur terbaru hasil eksplorasi," ujar Wicaksono, sembari menambahkan, untuk menggantikan sumber energi terbaru
butuh proses waktu yang lama, namun energi terbarukan itu tetap diusahakan.
Edi dari anggota dewan Riau mengeluhkan dan miris dengan daerah Riau sebagai
Penghasil migas belum seimbang di peroleh untuk pembangunan Riau. "Sudah hampir 90 tahun berjalan produksi migas di Riau ini, kita berharap ada keadilan berbagi hasil, lihat saja jalan di dalam Kota Pekan Baru.kawan kawan Pers yang datang dari daerah bisa merasakannya sudah banyak berlubang," ungkap Edi. Dia mengatakan swasembada energi akan hanya jadi mimpi jika tidak dilakukan penghematan selain upaya eksplorasi. Upaya penghematan energi, kata Edi mulai dari kita sendiri dan perlu dibuat relugasinya. Riau juga produk sawit terbesar di Indonesia salah satu sumber energi terbaru yang dapat dikelola.
Wartawan senior, Fajar Baharudin mengatakan, pada era Orba produk migas Indonesia bisa capai swasembada dan menjadi anggota OPEC, saat itu produksi migas mencapai 1.300 barel/hari, dibanding sekarang 600 barel/hari. "Mengapa ada penurunan sehingga terjadi gap sangat besar, tentu ada persoalan. Bila solusi dan upaya swasembada ini tidak ada terobosan ya hanya mimpi untuk penuhi swasembada migas, bahkan bisa makin jauh gap penurunan pruduksinya," tandasnya. (*)