SJBNEWS.CO.ID - Namaku Reinhard dan umurku baru sepuluh tahun. Karena aku hanya anak satu-satunya di keluarga kecil kami, tentu saja aku sangat disayang bapak dan mamaku.
Oh ya, walaupun aku anak tunggal, akan tetapi aku tidak sombong dan juga tidak nakal. Setiap ada waktu luangku, baik sesudah pulang sekolah atau sedang tidak mengikuti les mata pelajaran, aku pasti mengikuti kegiatan kedua orangtuaku. Memang aku akan selalu ikut mereka, karena kalau aku tidak turut serta, maka siapa yang akan menemaniku dirumah.
Yang punya kesibukan itu tentu saja mamaku. Bekerja sebagai pelayan Tuhan di salah satu rumah ibadah di kotaku, membuat mamaku lebih banyak berkegiatan didalam Rumah Ibadah. Dan tentu saja berdua dengan bapak, kami akan selalu turut serta mengikuti kegiatan mama di Rumah Ibadah. Sedikit banyaknya kegiatan disana, akan selalu kuikuti apabila ada mamaku sedang melayani.
Memang sih, walaupun mama tidak melayani di bagian anak sekolah minggu, tetapi aku tidak takut ditinggal kedua orangtuaku apabila sedang mengikuti ibadah anak sekolah minggu.
Sebagai anak sekolah minggu, tentu saja sudah banyak lagu-lagu pujian yang kami hapal baik lirik maupun nadanya. Kakak-kakak pengajar sekolah minggu, selalu memperkenalkan lagu-lagu baru yaitu lagu rohani yang diciptakan khusus untuk anak sekolah minggu. Benar-benar mengasyikkan kalau sudah bernyanyi lagu sekolah minggu, karena semuanya untuk memuji kemuliaan Tuhan.
Pagi ini ketika matahari kembali menyapa, aku harus berangkat kesekolah diantar bapak. Dan sebelum turun dari motor kesayangannya, bapak berpesan agar menunggu sebentar jika kelamaan menjemput pulang sekolah nanti.
"Memangnya Bapak kemana nanti, kok lama baru datang untuk menjemputku?" tanyaku penasaran kepada bapak.
"Ada kegiatan di Rumah Ibadah kita, penanaman pohon di lingkungan Rumah Ibadah," jawab bapak segera.
"Sebelum penanaman pohon pelindung, akan dimulai dulu dengan Ibadah," lanjut bapak lagi menerangkan rangkaian kegiatan di Rumah Ibadah dihari ini.
Sebenarnya aku ingin libur sekali saja di hari sabtu ini, tapi bapak bersikeras untuk mengikuti pelajaran dulu sampai selesai, baru nanti bisa ikut kegiatan di Rumah Ibadah.
Teeng...teeng...teeng
Tak sabar rasanya ketika lonceng terakhir telah berbunyi, itu berarti menandakan pelajaran telah usai berjalan.
Segera kami semua anak murid bersorak kegirangan menyambut lonceng terakhir yang berbunyi.
"Huurraa"
Semuanya bersorak riuh, ada yang berlari kecil seraya berdesakan ingin duluan pulang. Ada juga yang santai saja berjalan dan tidak terlalu terburu-buru untuk segera pulang. Tetapi apapun itu, semua anak murid sangat bergembira menyambut akhir pekan di minggu ini.
Tak terkecuali denganku yang segera menuju sebuah pohon rindang tempat biasanya aku menunggu kedatangan bapak untuk menjemput.
"Reinhard...!"
Eehh, ternyata bapak sudah datang, wajahku seketika tersenyum sumringah menyambut kedatangan bapak.
"Tumben wajahmu cerah Bang," tanya bapak seraya fokus mengendarai motornya.
"Ya iyalah, kita kan mau ke Rumah Ibadah Pak," jawabku penuh semangat.
Terik matahari sungguh sangat menyengat di siang hari ini, dan itu akan membuat siapapun tidak ingin melakukan kegiatan di panas terik menyengat seperti sekarang. Tetapi hal itu tidak berlaku buat para penatua dan jemaat yang sedang beraktifitas di lokasi Rumah Ibadah.
Yaa, setelah pada akhirnya aku dan bapak sudah sampai di halaman Rumah Ibadah terlihat aktifitas sedang melakukan penanaman pohon pelindung.
Aku segera berlari mendapatkan mama yang ikut mencangkul tanah untuk menanam bibit pohon yang ada di polyback.
"Mama kok ikut menanam pohonnya sih, kan itu kerjaan bapak-bapak!" seruku kepada mama karena keheranan ikut terlibat langsung menanam pohonnya.
"Iya Reinhard, semuanya dilibatkan untuk penanaman pohon pelindung ini," kata mama masih sibuk dengan cangkulnya.
"Astaga Mama! Kok Bapak Pendeta ikut juga menanam pohonnya! Lihat tuuh disana Ma, ada Bapak Pendeta ikut menanam pohon pelindung ini!"
Tentu saja aku keheranan, karena semuanya ikut terlibat menanam pohon pelindung ini. Banyak juga para Sintua yang ikut terlibat dalam aktifitas penanaman pohon dilingkungan Rumah Ibadah kami. Benar-benar keren para Pelayan Tuhan di Rumah Ibadah kami ini.
"Yang mau istirahat sebentar, silahkan makan bubur kacang ijo dulu, ada juga kopi dan teh, ayoo silahkan Amang dan Inang semuanya!"
Suara seseibu memanggil semuanya untuk mengambil jeda dulu beristirahat sebentar.
"Bukankah itu Inang Sintua Boru Pasaribu yang punya kantin Ma?" tanyaku kepada mama ketika melihat Inang itu mengangkat termos nasi yang besar tempat bubur kacang ijo.
"Iya..., segeralah kesana untuk makan bubur, jangan ngerepotin dulu kerjamu disini, Mama masih mencangkul tanah ini sedikit lagi," ucap mama sembari menutup lubang tanaman pohon pelindung.
"Ayoo Inang istirahat dulu, nanti kita lanjutkan lagi!"
Aku segera menoleh kearah sumber suara, ternyata salah seorang dari pelayan Rumah Ibadah yang memanggil mama untuk beristirahat.
Ooh, ternyata semua para Pelayan di Rumah Ibadah terlibat langsung dengan penanaman pohon pelindung di lingkungan Rumah Ibadah ini.
Pelayan Rumah Ibadah lainnya seperti Amang dan Inang Sintua, lumayan juga yang hadir di kegiatan ini. Semuanya berperan aktif dalam penanaman pohon pelindung di lokasi Rumah Ibadah.
"Cangkul...cangkul...cangkul yang dalam
Menanam pohon di kebun Rumah Ibadah..!"
Suara nyanyian tersebut kedengaran kearah kami yang sedang duduk di saung kecil yang terdapat di samping kantor satpam.
Segera semuanya menoleh kearah para Inang Sintua yang sedang menyanyikan lagu tersebut.
Aku berlari mendapatkan para Inang Sintua yang sedang bernyanyi.
"Astagaa...!" begitu semangatnya para inang sintua menanam bibit pohon dan diselingi dengan lagu anak-anak yang baru saja dinyanyikan.
"Ini adalah bibit pohon Ketapang yang akan kita tanam. Semoga tanaman ini tumbuh dan menjadi peneduh di pekarangan lokasi Rumah Ibadah kita!
Dalam rangka Minggu Ekologi, kita para
Pelayan Rumah Ibadah turut serta berperan aktif didalam penanaman pohon pelindung.
Semoga pohon pelindung yang ditanam di lokasi Rumah Ibadah ini, menjadi pohon untuk seribu pohon berikutnya dimasa mendatang."
Demikian video singkat dari Inang Sintua boru Hutahaean seraya memegang bibit pohon ketapang yang akan ditanam.
Suaranya nyaring terdengar didalam video yang sedang direkam oleh salah seorang jemaat yang juga turut serta didalam penanaman bibit pohon pelindung.
Ada juga Inang Sintua br. Matondang dan Inang Sintua boru Limbong yang turut serta membantunya untuk menanam bibit tersebut.
Sungguh pemandangan yang luar biasa pikirku dengan takjub.
Sesaat aku berlari kearah depan tangga sopo godang lantai dua, dan terlihat juga Inang Sintua Boru Siahaan sedang menanam bibit pohon pelindung itu, ditemani Inang Sintua Boru Sihombing yang menarik selang air untuk menyiram bibit pohon yang sedang ditanam
"Hmm...., benar- benar kolaborasi yang menarik untuk bergotong royong," batinku didalam hati.
Aku kembali mendapatkan mama yang masih beristirahat di saung didekat kantor satpam. Syukurlah bubur kacang ijo yang kutinggalkan tadi masih ada. Sungguh enak dan pas rasanya ketika dimakan , terlebih setelah itu aku langsung menyeruput teh manis panas yang manis-manis jambu rasanya.
Oh ya, ada juga pemandangan yang menarik hati. Terlihat beberapa Bapak-bapak yang sedang mengerjakan beberapa buah pagar segiempat dari kayu.
"Itu gunanya untuk pagar bibit pohon ketapang yang ditanam tadi, sebagai tanda bahwa ada tanaman yang ditanam didalamnya, kalau tidak, pasti akan terinjak orang yang tidak tahu ada keberadaan bibit tanaman itu," kata bapak ketika kutanya untuk apa fungsi pagar tersebut.
Aku hanya manggut-manggut mendengar penjelasan bapak mengenai pengerjaan pagar kayu tersebut.
Waah..., ternyata bibit pohon ketapang ini ada juga ditanam di lokasi rumah duka. Aku hanya bisa membayangkan betapa sejuk dan asrinya Rumah Ibadahku ini, kalau bibit pohon ketapang tumbuh dan menaungi dengan daun-daunnya yang sangat rimbun.
"Untuk tong sampah, akan diatur sedemikian rupa menunggu semuanya lengkap dulu," kata Inang Sintua Boru Pasaribu sebagai penanggung jawabnya."
"Kereenn..., benar-benar kereenn tampilan Rumah Ibadah ini nantinya, dengan naungan rimbunnya Pohon Ketapang yang sudah ditanam," batinku didalam hati seraya menyanyikan lagu pujian kepada Yang Maha Kuasa Sang Pencipta Kehidupan. (Tirtarina Sihombing)